Sabtu, 29 Oktober 2016

Melestarikan Budaya Bangsa dan Meningkatkan Peran Pemuda dalam Pembangunan Ekonomi Nasional



Sejarah panjang perekonomian selalu diwarnai oleh konsep baru seiring dengan peralihan peradaban yang dipicu oleh kemajuan tekonologi, perubahan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Alvin Toffler (1980) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi kedalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian, kedua gelombang ekonomi industri, dan yang ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Peningkatan jumlah penduduk, keterbatasan sumber daya alam dan kemajuan teknologi mendorong munculnya gelombang ekonomi baru yang disebut dengan gelombang ekonomi kreatif.
Definisi ekonomi kreatif dapat disimpulkan bahwa pembangunan berdasarkan konsep ekonomi kreatif adalah pembangunan yang melandaskan pada pengembangan kreatifitas masyarakat. Kreatifitas dianggap sebagai aset penting atau modal dasar dalam pembangunan ekonomi yang perlu dikembangkan dan ditingkatkan. Esensi pembangunan berlandaskan ekonomi kreatif adalah pembangunan ekonomi yang mengedepankan pengembangan kempuan setiap individu untuk dapat lebih berkarya sehingga kesejahteraan masyarakat tercipta dengan sendirinya.
Ekonomi Kreatif, Budaya dan Nasionalisme
Sebagai negara berkembang, perkembangan ekonomi, teknologi, sosial dan budaya Indonesia tentu saja tertinggal jika dibandingkan dengan negara maju. Untuk mengejar ketertinggalan diberbagai bidang dengan melihat esensi dari ekonomi kreatif sangat tepat jika pembangunan di Indonesia melandaskan pada konsep ekonomi kreatif.
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan budaya, namun selama ini pengelolaan atas sumber daya tersebut belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat. Selama ini pengelolaan sumber daya untuk mensejahterakan masyarakat belum maksimal. Pengelolaan dalam pembangunan ekonomi tidak hanya mengacu pada pemerintah, namun juga membutuhkan peran serta para cendikiawan, pelaku bisnis dan masyarakat umum. Selama ini, kelemahan mendasar dalam pembangunan ekonomi adalah integritas dan kreatifitas.
Konsep pembangunan ekonomi keartif merupakan pembangunan yang berlandaskan pada kreatifitas. Untuk dapat mengembangkan kreatifitas harus ditumbuhkan integritas pada setiap individu didalam masyarakat. Kreatifitas merupakan imajinasi, inspirasi atau kemampuan untuk membuat sesuatu yang berasal dari ide kreatif. Untuk mewujudkan ide menjadi sebuah karya dibutuhkan integritas yang tinggi atas ide tersebut. Didalam ekonomi kreatif, kreatifitas dipandang sebagai aset utama. Oleh karena itu, kreatifitas yang berasal dari ide harus ditingkatkan dan dikembangkan.
Budaya sebagai Akselerator Pembanguan Ekonomi
Dalam pembangunan yang berlandaskan ekonomi kreatif pengembangan ide kreatif dapat dilakukan dengan pembentukan budaya kreatif. Pembentukan budaya kreatif adalah pembentukan citra budaya baru tanpa harus menanggalkan identitas budaya lama. Dibutuhkan kolaborasi setiap elemen masyarakat untuk dapat membentuk citra budaya baru. Pemerintah, akademisi atau cendikiawan dan pelaku bisnis aktor utama dalam pembentukan budaya kreatif. Pemerintah, akademisi atau cendikiawan dan pelaku bisnis harus dapat berelaborasi sehingga dapat memperkaya pengetahuan antar elemen tersebut yang pada akhirnya menghasilkan sinergi berupa ide-ide atau cara pandang baru. Sinergi ketiga elemen masyarakat tersebut akan membentuk budaya kreatif tanpa menghilangkan identitas budaya lama.
Pengembangan citra budaya baru tidak serta merta menghilangkan belief masyarakat yang sudah terbentuk sebelumnya sehingga konflik dapat dihindari. Pengembangan citra budaya baru harus didukung dengan integritas yang tinggi antar eleman utama pembentukan budaya kreatif di masyarakat. Integritas atau kejujuran akan menumbuhkan rasa toleransi dengan tetap berlandaskan khasanah keagamaan dan budaya lokal dan meningkatkan penghargaan atas kreasi seseorang. Toleransi dan apresiasi atas hak cipta adalah kunci pengembangan budaya kreatif. Toleransi atas sebuah perbedaan akan menumbuhkan ide-ide kreatif di masyarakat. Penghargaan atas hak cipta akan mendorong setiap orang untuk berusaha mewujudkan ide kreatif menjadi sebuah barang dan jasa yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Budaya sebagai Resources
Budaya mempunyai peran ganda dalam pembangunan yang berlandaskan ekonomi kreatif. Selain sebagai akselerator atau faktor utama penggerak dalam pengembangan ekonomi kreatif, budaya adalah resource atau sumber daya yang dapat dikembangkan menjadi sebuah produk bernilai ekonomi tinggi. Pembentukan budaya kreatif akan mendorong pemanfaatan budaya sebagai sumber daya ekonomi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi. Pemanfaatan budaya lokal seperti tarian khas daerah, rumah adat dan kerajinan lokal membutuhkan ide-ide kreatif dan elaborasi antara pelaku bisnis pemerintah dan cendikiawan. Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya seharusnya dapat memanfaatkan sumber daya budaya menjadi salah satu sumber daya ekonomi yang mempunyai nilai jual tinggi. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia dapat dikembangkan menjadi produk pariwisata atau produk seni sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Peran Pemuda dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif
Pembanguan ekonomi kreatif membutuhkan peran besar pemuda. Sebagai jiwa yang mempunyai daya ekplorasi tinggi pemuda adalah sumber daya insani yang dapat dibentuk menjadi insan-insan kreatif dan mempunyai integritas tinggi dalam mewujudkan sebuah ide. Dengan mendorong tingkat kreatifitas pemuda berarti mengarahkan pemuda untuk lebih produktif.
Peran penting pemuda telah tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang dimulai dari pergerakan Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, proklamasi kemerdekaan tahun 1945, pergerakan pemuda, pelajar, dan mahasiswa tahun 1966, sampai dengan pergerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang meruntuhkan  kekuasaan Orde Baru sekaligus membawa bangsa Indonesia memasuki masa reformasi. Fakta historis ini menjadi salah satu bukti bahwa pemuda selama ini mampu berperan aktif sebagai pionir dalam proses perjuangan, pembaruan, dan pembangunan bangsa.
Potensi sumber daya insani Indonesia tergambar pada angak jumlah angkatan kerja yang pada bulan Februari 2009 mencapai 113,17 juta jiwa. Pembentukan insan-insan muda menjadi insan kreatif akan meningkatkan produktifitas pemuda sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia yang sekarang ini mencapai 9.342 juta jiwa. Dengan pembangunan yang berlandaskan kreatifitas masyarakat dan pemuda sebagai aktor utama, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efisien. Pemanfaatan kreatifitas pemuda akan mendorong pembentukan lapangan kerja baru yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.
Sudiyo (2003) dalam bukunya yang berjudul “Arus Perjuangan Pemuda” menyatakan bahwa ada kecenderungan para generasi muda untuk berpacu dalam dunia pendidikan yang menghasilkan hal-hal yang bersifat praktis dan efektif mendatangkan materi siap pakai, tanpa dilandasi rasa tanggung jawab untuk bela negara, yang sebenarnya mulai saat ini pula dapat dirasakan adanya tantangan yang sangat dahsyat untuk menghadapi berbagai kompetitif dalam era globalisasi.
Membangun hendaknya jangan dibatasi pada hal-hal yang bersifat fisik seperti mendirikan gedung atau menyiapkan prasarana. Membangun adalah memberdayakan masyarakat dari semua segmen dan elemen. Kalau mereka tergolong miskin, bagaimana diupayakan adanya peluang usaha agar mereka dapat keluar dari situasi kemiskinan. Kalau mereka penganggur, bagaimana kita buka latihan keterampilan agar mereka bisa membuka usaha mandiri.
Pembangunan fisik sesungguhnya hanya sebuah instrumen untuk mempermudah pemberdayaan masyarakat. Sebuah alat yang dapat membantu kita untuk memberdayakan masyarakat. Sekarang, bagaimana kita secara bersama-sama memanfaatkan sarana dan prasarana tersebut untuk mengangkat harkat dan martabat rakyat Aceh Tengah.
Disadari atau tidak, bahwa disekitar kita masih terdapat 9.643 rumah tangga miskin (tahun 2007 lalu mencapai 16.966) yang membutuhkan ruang gerak ekonomi. Selama ini, mereka hidup apa adanya diantara gemerlap kehidupan orang-orang yang beruntung. Mereka tidak pernah mengungkapkan derita itu secara eksplisit, melainkan mencoba merasakan derita itu dengan ketabahan. Nampaknya, kitalah yang harus berbuat dan bergerak untuk menghalau kemiskinan dari sekitar mereka.
Obsesi itu yang menjadi visi Kabupaten Aceh Tengah yaitu: ”Terwujudnya kemakmuran terhalaunya kemiskinan menuju masyarakat Aceh Tengah Sejahtera 2012.” Visi ini adalah sebuah tantangan untuk kita, termasuk tantangan untuk para pemuda dan seluruh masyarakat yang ingin ambil bagian dalam mewujudkan visi tersebut.
Pemuda harus disiapkan sejak dini untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Pembentukan kreatifitas pemuda dapat dimulai dari lingkungan pendidikan seperti kampus. Melalui arahan akademisi sejak dini pemuda diperkenalkan pada dunia usaha atau profesional dan diajak untuk belajar memahami lingkungan dan budaya bangsa. Dengan demikian pemuda dapat terpacu untuk berkarya dan dapat meningkatkan rasa nasionalisme pemuda. Dimana pada akhirnya pemuda dapat memberikan sumbangan nyata bagi kemajuan bangsa dan negara.


Referensi:
http://sarjantahir.com/index.php/web/artikel/detail/16/Melestarikan-Budaya-Bangsa-dan-Meningkatkan-Peran-Pemuda-dalam-Pembangunan-Ekonomi-Nasional
http://www.lintasgayo.com/15137/peran-pemuda-dalam-pembangunan-ekonomi-pendidikan-dan-politik.html
http://batamtoday.com/berita62555-Peran-Generasi-Muda-dalam-Membangun-Karakter-Bangsa.html

Sabtu, 15 Oktober 2016

MENGAPA BUDAYA PENTING BAGI EKONOMI



Usaha mencari faktor-faktor penentu keberhasilan (determinant factors) pembangunan ekonomi suatu bangsa dan negara telah lama menjadi fokus perhatian banyak kalangan. Sejumlah teori dan pendekatan dikembangkan untuk menjawab pertanyaan kunci yaitu; ‘Mengapa ekonomi suatu negara lebih maju dan berkembang dibandingkan dengan negara lain?’. Dimana turunan dari pertanyaan besar di atas adalah ‘Faktor apakah yang paling determinant untuk menjelaskan keberhasilan dan kemajuan perekonomian suatau negara?’. Dua pertanyaan tersebut telah menjadi pusat kajian, penelitian dan perdebatan tidak hanya ekonom tetapi juga melibatkan sejumlah disiplin ilmu non-ekonomi seperti sosiologi, antropologi, sejarah, ahli statistik, filsafat dan bahkan ilmu budaya. Hal ini membuat kajian terkait hal ini tidak hanya terfokus pada analisa faktor-faktor ekonomi (endogen) tetapi juga melihat dampak dari faktor non-ekonomi (eksogen) terhadap tumbuh dan berkembangnya aktivitas ekonomi di suatu negara.
 Tulisan singkat ini bertujuan untuk memberikan argumentasi dasar tentang pentingnya aspek non-ekonomi yaitu budaya terhadap kinerja perekonomian suatau negara. Seperti kita ketahui bersama, aktivitas ekonomi terjadi tidak di ruang hampa (vacuum) tetapi justeru hadir dalam sebuah konteks, struktur dan sistem sosial bermasyarakat. Corak dan jenis aktivitas ekonomi akan sangat tergantung bagaimana struktur dan sistem yang berada di masyarakat. Bagaimana aktor-aktor ekonomi saling berinteraksi akan sangat tergantung pada kualitas dan kapabilitas dari para aktor ekonomi. Begitu juga tata aturan dan regulasi yang mengatur aktivitas ekonomi juga akan sangat tergantung pada bagaimana kualitas pengambil kebijakan (policy-makers), sistem nilai dan norma yang dianut, dan struktur kognitif masyarakat yang pada akhirnya akan menentukan mana regulasi yang benar dan tidak. Selain itu, aktivitas perekonomian juga akan sangat dipengaruhi oleh faktor endowment tidak hanya yang fisik dan tangible tetapi juga yang non-fisik dalam sistem nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat setempat.
 Budaya sebagai konstruk penting yang akan menentukan maju tidaknya sebuah sistem perekonomian. Tidak hanya makro-ekonomi, di tingkat mikro-ekonomi terutama penelitian di level organisasi perusahaan juga menempatkan budaya sebagai faktor kunci penentu kinerja dan daya saing perusahaan. Sampai saat ini, terdapat banyak sekali dan bahkan tidak terhitung jumlahnya akan publikasi dan seminar ilmiah yang mendokumentasikan peran budaya terhadap kinerja perusahaan. Budaya yang mendorong munculnya inovasi, kewirausahaan, kepemimpinan, kerjasama, koordinasi, customer-oriented, dan merit-system menjadi beberapa contoh budaya yang secara signifikan meningkatkan kinerja perusahaan baik di tingkat usaha mikro, kecil, menengah, besar dan bahkan multinational company (MNC). Oleh karenanya, tidaklah mengherankan apabila faktor budaya menjadi fokus perhatian dewasa ini untuk menjadi faktor penting pendorong kemajuan perekonomian suatu bangsa dan negara.
 Arti Penting Budaya
 Gagasan pentingnya budaya (culture) bagi maju dan berkembangnya perekonomian sesungguhnya bukanlah ide baru. Pada awal-awal pemeikiran tentang ekonomi, aspek dan faktor budaya dianggap sangat penting bagi ekonomi suatau negara. Misalnya, Weber (1904) melihat bahwa salah satu komponen penting dalam budaya yaitu nilai-nilai religiusitas berperan penting bagi akumulasi kapital[1]. Reformasi dan etika protestan sebagai gerakan tidak hanya keagamaan tetapi penanaman nilai-nilai baru bagi masyarakat Eropa diyakini telah berkontribusi dalam menjelaskan mengapa banyak negara Eropa mengalami kemajuan di bidang ekonomi. Bahkan kalau kita telusuri tulisan klasik dari Adam Smith baik dalam bukunya The Wealth of Nations (1776) maupun The Theory of Moral Sentiments (1791) menyatakan bahwa nilai dan norma baik yang terdapat dalam diri individu maupun masyarakat sangat memengaruhi perilaku ekonomi (economic behaviour)[2].  
Selain itu juga, kurang minatnya banyak ekonom pada saat itu tentang aspek budaya sebagai faktor determinan penentu keberhasilan pembangunan ekonomi juga dikarenakan pengertian dan definisi budaya yang sangat beragam, luas dan kurang presisi (vague) (Guiso et al., 2006). Selain itu juga, kesulitan metodologis dalam menentukan hubungan sebab-akibat secara matematika-statistik juga menjelaskan mengapa minat banyak ekonom berkurang dalam menganalisa busaya sebagai variabel penjelas (explanatory variable) keberhasilan pembangunan ekonomi. Namun, seiring dengan munculnya Asian Miracle diakhir tahun 1980-an, banyak kalangan mencoba mempelejari kotribusi aspek budaya dalam menkelaskan keberhasilan negara-negara Asia seperti Jepang, Taiwan, Singapura, Indonesia dan Filipina. 
 Gelombang peminatan akan kajian budaya dan pengaruhnya terhadap perekonomian semakin menguat di dekade setelahnya. Pada tahun 1990-an dan 2000-an muncul bidang peminatan baru untuk menjelaskan keberhasilan pembangunan ekonomi di sejumlah negara. Bidang peminatan baru tersebut adalah aspek ‘kelembagaan’ (institution). Dimana unsur penting dalam teori-teori institusi adalah aspek kebudayaan (culture) (e.g., Guiso et al., 2006). Dalam persepektif dan teori kelembagaan menjelaskan bahwa tingkat kematangan kelembagaan baik dalam hal ekonomi, politik, keamanan, pendidikan dan kesehatan akan menentukan positif-tidaknya kinerja ekonomi suatu negara. Dalam hal ini, keberhasilan pembangunan ekonomi tidak hanya ditentukan an-sich oleh faktor-faktor endogeneous tetapi variabel eksogeneous juga menentukan berhasil tidaknya pembangunan ekonomi suatu negara.    
 Ide tentang hal ini sebenarnya bukanlah hal yang berkembang di tahun 1990-an. Jauh sebelumnya banyak ahli yang sudah menyampaikan hal serupa. Misalnya Polanyi et al., (1957) telah menyatakan bahwa ‘The human economy….is embedded and enmeshed in institutions, economic and non-economic. The inclusion of noneconomic is vital’. Aktivitas perekonomian terjadi dalam sebuah konteks besar sistem kelembagaan masyarakat dan mustahil terisolasi darinya. Hal senada juga disampaikan oleh Griffin (1999) yang menyatakan bahwa manusia tidak hidup dan bekerja sendirian dan terisolasi. Mereka tersatukan oleh tatanan masyarakat baik ditingkat keluarga, masyarakat, negara maupun dunia internasional. Mereka bekerjasama, berkompetisi, berproduksi, berkomunikasi, bernegosiasi dan bertransaksi didasari oleh sebuah sistem nilai, norma dan ‘belief-system’ yang terepresentasi oleh sistem kelembagaan.
 Dalam hal ini, saya sependapat dengan North (2005) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara sistem nilai, norma dan ‘belief-system’ dengan ‘institusi’ dalam sebuah masyarakat. Dimana sistem nilai, norma dan ‘belief-system’ merupakan representasi internal dari pemahaman individu atau kelompok sosial akan suatu hal. Sementara, ‘institusi’ merupakan bentuk fisiknya. Sehingga, bagaimana institusi bekerja, berfungsi dan berkinerja akan sangat ditentukan oleh sistem nilai, norma dan ‘belief-system’ yang ada dan diyakini kebenarannya oleh masyarakat. Berfungsi secara baik atau tidaknya baik institusi ekonomi maupun non-ekonomi akan sangat ditentukan oleh ketiga sistem nilai, norma dan ‘belief-system’ yang dianut oleh masyarakat atau suatu bangsa. Tata aturan, prosedur, mekanisme dan regulasi yang dimiliki oleh ‘institusi’ sangat dipengaruhi oleh sistem nilai, norma dan ‘belief-system’ yang diyakini dan diannut baik oleh elit maupun pengambil kebijakan.  
Dalam perspektif yang lain menyebutkan bahwa sistem nilai, norma, dan ‘belief-system’ merupakan elemen penting bagi dimensi ‘budaya’ (Keesing, 1974). ‘Belief’-system’ inilah yang akan menentukan bagaimana masyarakat berpikir, bersikap dan bertindak yang pada akhirnya menentukan segala hal yang disepakati dan dilakukan baik ditingkat individu maupun kolektif-bermasyarakat[3]. Meminjam perspektif teori strukturasi Giddens (1984), kebiasaan dan perilaku yang dianggap wajar dan normal pada akhirnya akan membentuk atau memperkuat ‘belief-system’ baik di tingkat individu maupun masyarakat. Bentuk-bentuk fisik dari apa yang menjadi norma, nilai, dan tingkat-kepercayaan di masyarakat itulah yang menjadi produk-produk budaya. Termasuk di dalamnya bentuk dan jenis institusi yang harus hadir di masyarakat.   
 Nilai-nilai budaya yang di sejumlah literatur dan penelitian empiris dapat meningkatkan kinerja ekonomi baik di level individu, organisasi, perusahaan maupun negara antara lain adalah kerja-keras, kejujuran, kerjasama, saling-percaya (mutual-trust) dan saling menghormati. Nilai-nilai budaya tersebut juga berpengaruh terhadap bagaimana keputusan produksi dan investasi, alokasi sumberdaya dalam sebuah organisasi, inovasi teknologi dan perdagangan internasional. Selain itu juga, nilai-nilai budaya juga dapat mempengaruhi bagaimana keputusan suatu negara terhadap misalnya kebijakan kompetisi, subsidi, program-program sosial, perpajakan, strategi pembangunan dan kebijakan makro-ekonomi lainnya. Banyak sekali penelitian yang menunjukkan biaya transaksi (transaction-cost) akan menjadi lebih murah apabila terdapat trust yang tinggi dalam masyarakat. Hal ini membuat biaya produksi dalam rantai nilai produksi lebih murah dan kompetitif yang menjadikan daya saing suatu bangsa relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara pesaing terdekat.
 Selain itu juga, Landes (1998) mengkaji ulang untuk menemukan faktor-faktor kunci penentu keberhasilan pembangunan ekonomi suatu bangsa-negara. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa faktor-faktor budaya merupakan aspek penting dan penentu maju dan mundurnya ekonomi suatu negara. Sejumlah nilai-nilai budaya seperti hemat, kerja keras, persistensi, kejujuran dan toleransi merupakan nilai-nilai budaya yang dapat memajukan ekonomi suatu negara. Hal ini akan kontras ketika nilai-nilai budaya negatif justeru yang berkembang adalah rasialisme, intoleransi, birokratis, korupsi, dan penguatan negara (state) yang menekan peran dunia swasta. Ketika nilai-nilai budaya negatif yang berkembang maka sudah dapat dipastikan tidak hanya pembangunan ekonomi yang akan terhambat tetapi juga stabilitas sosial dan politik negara tersebut berpotensi akan terguncang.
 Tidaklah mengherankan ketika saat ini semua kalangan mencoba untuk selalu memperhatikan aset terbesar yang dimiliki yaitu manusia. Karakter dan budaya manusia menjadi sentralitas dalam memperkuat fondasi ekonomi di banyak negara. Human-capital merupakan aset yang paling berharga dan sulit untuk ditiru oleh pesaing. Training, workshop dan pelatihan di tingkat perusahaan menjadi salah satu strategi untuk membangun dan memupuk budaya organisasi positif yang mendorong kinerja perusahaan. Sementara di tingkat negara, instrumen jauh lebih banyak dan beragam dari mulai training, workshop, pelatihan, sosialisasi, penegakkan hukum, political dan good-will, kebijakan (policies), ketauladanan sampai dengan penghargaan negara akan kontribusi putera-puteri terbaik bangsa dan negara. Hal-hal tersebut diharapkan tidak hanya akan membentuk perilaku dan sikap baik individu maupun masyarakat tetapi juga menciptakan kesadaran, pikiran dan midset akan nilai-nilai dan karakter positif.
 Kesimpulan
 Berdasarkan uraian di atas terlihat jelas bahwa budaya dan ekonomi berkaitan sangat erat dan tidak terpisahkan. Hal ini juga ditunjukkan oleh sejumlah penelitian dan kajian yang baik secara konseptual maupun empirin menunjukkan arti penting budaya bagi perekonomian suatu negara atau kawasan. Misalnya saja, Putnam (1993) dan Fukuyama (1995) mengidentifikasi bahwa nilai-nilai budaya memainkan peranan sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara dan dunia. Penelitian yang dilakukan oleh Tabellini (2010) dengan menggunakan data di negara-negara Eropa juga menunjukkan hubungan kausalitas antara nilai-nilai budaya dan pembangunan ekonomi. Altman (2001) menunjukkan efek nilai budaya berupa budaya-kerjasama meningkatkan output perekonomian suatu negara. Selanjutnya, pasokan tenaga kerja yang produktif yang sangat dibutuhkan bagi kemajuan ekonomi suatu negara akan sangat ditentukan oleh nilai-nilai budaya yang menekankan kerja keras (Faria and Leon-Ledesma, 2004).
 Bagi Indonesia, sepertinya kita perlu mengidentifikasi sekaligus mengampanyekan nilai-nilai budaya unggul bangsa kita. Hal ini penting agar pembangunan ekonomi yang kita lakukan saat ini dapat berjalan secara optimal. Nilai-nilai seperti kejujuran, gotong royong, disiplin, kerjasama, koordinasi, saling menghormati, toleransi, kerja keras dan pantang menyerah perlu terus diperkuat. Selain itu juga, kampanye akan nilai-nilai tersebut perlu terus dilakukan agar pembangunan ekonomi yang tengah berjalan dapat berjalan lebih baik lagi.
Selama ini hambatan terbesar bangsa kita adalah adanya ego-sektoral yang seringkali menjadi penghambat kerjasama, koordinasi dan komunikai lintas sektoral. Padahal, di tengah persoalan bangsa dan negara yang semakin kompleks dan dinamis, nyaris tidak ada persoalan yang bisa diselesaikan oleh hanya satu unit organisasi saja. Dibutuhkan kerjasama dan koordinasi lintas-lembaga agar penyelesaian masalah menjadi komprehensif dan tidak tambal-sulam. Melalui semangat dan budaya-kolaboratif tentunya akan banyak hal yang bisa dicarikan solusi bersama.
Budaya-kolaboratif, di sisi lain, juga akan membantu persoalan mendasar dalam ekonomi yaitu keterbatasan sumber daya (ressources scarcity). Dengan semangat dan budaya-kolaboratif maka tematik tentang sinergi dan aliansi lintas-lembaga akan terjadi. Masing-masing lembaga dapat berkontribusi sesuai dengan kapasitas, kapabilitas dan sumber daya yang dimiliki. Selain itu juga, sumber daya yang bersifat komplemen dan saling melengkapi juga akan membuat ekonomi menjadi lebih efisien. Karena masing-masing unit atau lembaga tidak perlu melakukan investasi dan membangun sumber daya yang sama. Budaya-kolaboratif juga sesuai dengan karakter masyarakat kita yang bersifat Gotong-Royong untuk kepentingan bersama dan lebih luas. Sehingga, semangat dan budaya yang mendasari kebijakan dan aktivitas ekonomi tidak hanya bertumpu pada azas ‘the economics of competition’ saja tetapi juga ‘the economics of collaboration’.

 
Sumber: http://suluhnuswantarabakti.or.id/mengapa-budaya-penting-bagi-ekonomi-dps-12/

Jumat, 14 Oktober 2016

Ekonomi Berbasis Budaya



Permasalahan ekonomi global telah menjadikan hampir seluruh negara di dunia termorat-marit atas kejadian ini. Indonesia sejauh ini telah membuktikan sebagai salah satu negara yang mempunyai daya tahan tinggi dalam menghadapi krisis ekonomi global. Saat negara lain mengalami resesi pada 2009, Indonesia bersama dengan China dan India justru masih mengalami pertumbuhan sebesar 4,6% dan bahkan terakselerasi pada 2010 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 6,1% per tahun.
Pembangunan ekonomi akan berjalan dengan baik dan dapat dijadikan sebagai momentum pembangunan bangsa, maka kita harus menyediakan 4 juta wirausaha besar dan sedang serta harus mencetak 40 juta wirausahaan kecil. Ini merupakan suatu peluang besar yang menantang untuk berkreasi mengadu keterampilan membina wirausahaan dalam rangka turut berpartisipasi membangun negara dan bangsa Indonesia.
Dahulu kewirausahaan merupakan sebuah bakat bawaan sejak lahir dan diasah melalui pengalaman langsung di lapangan, maka sekarang paradigma tersebut telah bergeser. Kewirausahaan telah menjadi suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan (ability) dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai resiko yang mungkin dihadapinya.
Pengembangan usaha (enterpreneurship) merupakan salah satu momentum pembangunan ekonomi bangsa.  Konsep pembangunan ekonomi kreatif merupakan pembangunan yang berlandaskan pada kreatifitas. Untuk dapat mengembangkan kreatifitas harus ditumbuhkan integritas pada setiap individu didalam masyarakat. Kreatifitas merupakan imajinasi, inspirasi atau kemampuan untuk membuat sesuatu yang berasal dari ide kreatif. Untuk mewujudkan ide menjadi sebuah karya dibutuhkan integritas yang tinggi atas ide tersebut. Didalam ekonomi kreatif, kreatifitas dipandang sebagai aset utama. Oleh karena itu, kreatifitas yang berasal dari ide harus ditingkatkan dan dikembangkan.
Pembangungan ekonomi kreatif berbasis budaya, salah satunya adalah dengan membangun culture-preneurship. Tentunya merupakan pertanyaan penting antara hubungan keduanya, bagaimana budaya dapat berkembang sejalan dengan penerapan ekonomi kreatif. Semakin pentingya peran ekonomi kreatif dalam perekonomian nasional serta karakteristik Indonesia yang terkenal dengan keragaman sosio-budaya yang tersebar di seluruh pelosok nusantara tentunya dapat menjadi sumber inspirasi yang tidak pernah kering dalam melakukan pengembangan industri kreatif. Keragaman yang dicirikan pula oleh kearifan lokal masyarakat setempat dalam menjaga kelestarian budaya telah berlangsung antar generasi.
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan budaya, namun selama ini pengelolaan atas sumber daya tersebut belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat. Selama ini pengelolaan sumber daya untuk mensejahterakan masyarakat belum maksimal. Pengelolaan dalam pembangunan ekonomi tidak hanya mengacu pada pemerintah, namun juga membutuhkan peran serta para cendikiawan, pelaku bisnis dan masyarakat umum. Selama ini, kelemahan mendasar dalam pembangunan ekonomi adalah integritas dan kreatifitas.
Warisan budaya yang kita miliki didalamnya pun memiliki banyak nilai kreatifitas yang menekankan pada aspek art, beauty, social, empathy, ceremony, dll. Keragaman budaya tersebut menandakan tingginya kreatifitas yang telah tertanam dalam masyarakat Indonesia yang mencirikan keahlian spesifik dan talenta yang dimiliki. Keragaman budaya tersebut didukung pula oleh keragaman etnis dalam masyarakat Indonesia. Indonesia pun memiliki beragam bahasa yang dipersatukan oleh bahasa Indonesia. Keragaman tersebut dapat hidup berdampingan karena tingginya toleransi yang dimiliki. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa Indonesia memiliki faktor pendukung yang powerfull dalam melakukan pengembangan ekonomi kreatif.
Budaya atau kebudayaan, umumnya diasosiasikan dengan keseniaan seperti seni musik, seni tari, seni lukis, dll, atau sering diasosiakan pula dengan kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat. Namun, asosiasi tersebut merupakan unsur pembentuk kebudayaan yang justru mempersempit makna kebudayaan itu sendiri. Definisi kebudayaan memiliki makna yang lebih luas. Kebudayaan yaitu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Clifford Geertz menekankan kebudayaan sebagai sekumpulan ide dan proses kreatif dari akal budi yang diwariskan kemudian mewarnai kehidupan sebuah kemasyarakatan. Walaupun definisinya berbeda-beda namun terdapat kesamaan yaitu ciptaan manusia sesuai dengan peradabannya. Dimana, Peradaban menciptakan kebudayaan, kemudian kebudayaan menciptakan perangai manusia. Begitupula sebaliknya, manusia menciptakan kebudayaan dan kebudayaan pada akhirnya membentuk peradaban itu sendiri.
Budaya terbentuk dari berbagai unsur yang rumit didalamnya, termasuk sistem agama, politik, adat-istiadat, bahasa, perkakas/teknologi, pakaian, bangunan serta karya seni. Bahasa dan Budaya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap diri manusia sehingga sering dianggap sebagai warisan genetis. Budaya merupakan pola hidup menyeluruh, bersifat kompleks, abstrak serta luas yang  terpolarisasi dalam suatu citra yang khas. Citra yang memaksa itu mengambil bentuk yang berbeda dalam berbagai budaya seperti individualisme di Amerika, keselarasan individu dengan alam di Jepang dan kepatuhan kolektif di Cina. Citra budaya yang bersifat memaksa membekali orang didalamnya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat digunakan oleh orang-orang untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Berbagai usaha pemanfaatan warisan budaya tradisional, selain dapat melestarikannya juga menjadi kebanggaan terhadap identitas Bangsa. Disamping itu, diperlukan pula pemanfaatan teknologi informasi yang tepat guna sebagai faktor pendukung yang tak kalah penting. Perkembangan teknologi informasi yang cepat belakangan ini merupakan peluang dalam melakukan sintesis terhadap kebudayaan. Sehingga perkembangan ekonomi kreatif akan menjadi kekuatan yang mengakar karena didukung kebudayaan dan perkembangan teknologi informasi.
Pelestarian kebudayan dengan kearifan lokal (local genius) merupakan salah satu komoditi utama pembangkit pariwisata lokal. Pariwisata ini merupakan salah satu manufacturing pembangunan ekonomi penghasil devisa di Indonesia. Sehingga dengan demikian, pelestarian budaya tetap terjaga dan akan dibarengi pula oleh peningkatan ekonomi bangsa.
Aset culture-preneurship ini dapat dikembangkan dengan mengambil berbagai budaya yang ada di Bangsa ini sebagai suatu bidang usaha. Salah satu kontribusi nyata dari generasi muda bangsa adalah dengan mengembangkan bisnis berbasis budaya. Hal ini merupakan kontribusi yang sejalan dengan pembangunan ekonomi atas peran generasi muda bangsa dalam melestarikan budaya bangsa dan turut serta dalam pembangunan ekonomi.
Pembanguan ekonomi kreatif membutuhkan peran besar pemuda. Sebagai jiwa yang mempunyai daya ekplorasi tinggi pemuda adalah sumber daya insani yang dapat dibentuk menjadi insan-insan kreatif dan mempunyai integritas tinggi dalam mewujudkan sebuah ide. Dengan mendorong tingkat kreatifitas pemuda berarti mengarahkan pemuda untuk lebih produktif. Potensi sumber daya insani Indonesia tergambar pada angak jumlah angkatan kerja yang pada bulan Februari 2009 mencapai 113,17 juta jiwa. Pembentukan insan-insan muda menjadi insan kreatif akan meningkatkan produktifitas pemuda sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia yang sekarang ini mencapai 9.342 juta jiwa. Dengan pembangunan yang berlandaskan kreatifitas masyarakat dan pemuda sebagai aktor utama, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efisien. Pemanfaatan kreatifitas pemuda akan mendorong pembentukan lapangan kerja baru yang pada akhirnya akan mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.
Pemuda harus disiapkan sejak dini untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Pembentukan kreatifitas pemuda dapat dimulai dari lingkungan pendidikan seperti kampus. Melalui arahan akademisi sejak dini pemuda diperkenalkan pada dunia usaha atau profesional dan diajak untuk belajar memahami lingkungan dan budaya bangsa. Dengan demikian pemuda dapat terpacu untuk berkarya dan dapat meningkatkan rasa nasionalisme pemuda. Dimana pada akhirnya pemuda dapat memberikan sumbangan nyata bagi kemajuan bangsa dan negara.


Sumber: http://www.peradah.org/2013/10/22/tantangan-dan-harapan-pengembangan-ekonomi-indonesia-berbasis-budaya/