Minggu, 08 Juni 2014

Negosiasi Lintas Budaya



Negosiasi cross-culture biasanya hanya terjadi dalam negosiasi internasional karena perbedaan budaya seringkali terdapat di antara negara-negara yang berbeda. Perbedaan budaya ini bahkan mungkin terjadi di dalam suatu negara di antara komunitas-komunitasnya meski seringnya terdapat dalam negosiasi internasional. Budaya dalam hal ini dikaitkan dengan nilai-nilai bersama (shared values) dan kepercayaan yang ada di dalam satu komunitas tertentu. Budaya diartikan sebagai suatu internalisasi nilai dan norma (values), kepercayaan (beliefs), dan perilaku (behaviors) yang disosialisasikan dan ditransfer kepada generasi selanjutnya. Suatu negara dapat memiliki lebih dari satu budaya yang menyebar melewati batas-batas nasional. Negosiasi antarnegara harus memperhatikan aspek budaya ini demi kelancaran proses negosiasi.
Negosiasi internasional berbeda dengan negosiasi pada umumnya karena terdapat perbedaan kebudayaan antarpihak yang terlibat. Dua konteks penting yang diungkapkan oleh Phatak dan Habit adalah environmental context dan immediate context. Konteks lingkungan berisikan tekanan-tekanan lingkungan seperti pluralitas politik, fluktuasi mata uang, dan kontrol pemerintah dan birokrasi yang dikontrol dalam negosiasi. Immediate context merupakan faktor-faktor dinamis seperti keinginan negosiator yang selalu berbeda, tingkat konflik yang mungkin terjadi, dan relasi antarnegosiator yang harus dikontrol untuk meminimalisasi hambatan dan konflik dalam negosiasi.
Konseptualisasi Kultur dan Negosiasi
  • Culture as shared values
Budaya dikonsepkan sebagai nilai dan norma bersama yang dianut di dalam suatu komunitas atau masyarakat yang bisa memengaruhi negosiasi yang berjalan. Pengaruh ini diperoleh dari perilaku negosiator yang mungkin saja berbeda berdasarkan budaya yang dimilikinya. Riset Hofstede terhadap karyawan perusahaan IBM menunjukkan empat karakter yang umum dimiliki berbagai budaya di dunia, yaitu (1) individualisme; (2) power distance dimana hanya pemimpin yang boleh menentukan keputusan vital; (3) kualitas hidup dan kesuksesan karir yang dipengaruhi oleh suatu nilai tertentu dalam suatu kebudayaan; dan (4) uncertainty avoidance yang memengaruhi nyaman tidaknya suatu masyarakat dalam situasi yang tidak terstruktur.
  • Cultural as dialectic
Kebudayaan sebagai dialektika tidak mengatur perilaku negosiator dalam suatu negosiasi tetapi hanya mengajarkan cara menghargai dan menghormati perbedaan kebudayaan yang mungkin terjadi. Pendekatan ini menjelaskan variasi yang berbeda yang harus dapat dimaklumi demi kelancaran negosiasi. Perilaku negosiator yang diharapkan juga termasuk mengenal konflik dan perdebatan yang mungkin terjadi dalam proses negosiasi.
Seperti dikatakan di awal bahwa budaya dapat memengaruhi proses negosiasi internasional yang terjadi di antara negara-negara di dunia. Pengaruh kebudayaan terhdap negosiasi dapat dilihat secara manajerial maupun riset. Secara manajerial, pengaruh itu terdapat dalam hal:
  • Definisi negosiasi berdasarkan perspektif olahan kebudayaan masing-masing negara;
  • Kesempatan negosiasi;
  • Pemilihan negosiator secara tepat terkait dengan kelancaran negosiasi;
  • Protokol suatu negara baik secara formal maupun informal bergantung kebudayaan yang dimiliki suatu negara;
  • Komunikasi, termasuk juga gestur tubuh dan cara bersikap yang dapat dibaca melalui bahasa tubuh yang harus disesuaikan dengan kebudayaan pihak lawan;
  • Sensitivitas waktu, terkait kebiasaan tepat tidaknya waktu sesuai dengan yang telah disepakati;
  • Keberanian untuk mengambil risiko;
  • Relasi antara individu dan kelompok;
  • Kesepakatan yang akan dicapai;
  • Tingkat emosional negosiator yang mungkin berbeda bergantung kebudayaan yang dimilikinya.
Sedangkan secara riset, pengaruh kebudayaan terdapat dalam hal:
  • Keluaran atau hasil negosiasi yang berbeda antara negosiasi intrakultural dengan negosiasi silang-budaya. Dalam negosiasi intrakultural, hasil yang ingin dicapai adalah penemuan perbedaan dalam budaya satu dengan yang lain yang sebenarnya sama, sedangkan negosiasi silang-budaya menginginkan hasil yang menunjukkan persamaan dari budaya-budaya yang berbeda;
  • Proses negosiasi baik berjangka panjang maupun berjangka pendek, bergantung indvidualisme masing-masing negosiator;
  • Kesadaran negosiasi terutama untuk melakukan kompromi, mengatasi gangguan dalam prosesnya, serta ketelatenan untuk meraih kesepakatan;
  • Etika dan taktik negosiasi terutama toleran tidaknya seorang negosiator terhadap perbedaan interpretasi taktik negosiasi yang mungkin terjadi akibat perbedaan kebudayaan.
Culturally Responsive Negotiation Strategies
Ketika negosiasi internasional berlangsung, para negosiator yang terlibat harus bertindak sesuai dengan kebudayaan setempat. Hal ini dilakukan untuk menghindari miskomunikasi di antara mereka. Selain itu, perilaku yang sesuai dianggap sebagai tindakan menghormati kebudayaan tuan rumah tempat diselenggarakannya negosiasi. Namun tidak selamanya negosiator harus bersikap sesuai dengan kebudayaan setempat. Ada hal-hal tertentu yang menjadi argumen dibalik ketidaksesuaian sikap ini, di antaranya:
  • Negosiator memerlukan waktu yang lama untuk memahami kebudayaan suatu negara;
  • Negosiator yang mampu memahami kebudayaan suatu negara belum tentu dapat memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya;
  • Adanya perbedaan cara negosiasi antara negosiator satu dengan negosiator yang lain adalah wajar;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar